Kamis, 14 April 2016

Definisi perpustakaan digital,sejarah dan jenis-jenis perpustakaan digital

SEJARAH PERPUSTAKAAN DIGITAL

Gagasan yang muncul pertama kali sebagai dasar konsep perpustakaan digital muncul pada bulan Juli tahun 1945 oleh Vannevar Bush. Beliau mengeluhkan penyimpanan informasi manual yang menghambat akses terhadap penelitian yang sudah dipublikasikan. Untuk itu, Bush mengajukan ide untuk membuat catatan dan perpustakaan pribadi (untuk buku, rekaman/dokumentasi, dan komunikasi) yang termekanisasi.
Selama dekade 1950-an dan 1960-an keterbukaan akses terhadap koleksi perpustakaan terus diusahakan oleh peneliti, pustakawan, dan pihak-pihak lain, tetapi teknologi yang ada belum cukup menunjang.
Pada awal 1980-an fungsi-fungsi perpustakaan telah diotomasi melalui perangkat komputer, namun hanya pada lembaga-lembaga besar mengingat biaya investasi yang tinggi. Misalnya pada Library of Congress di Amerika yang telah mengimplementasikan sistem tampilan dokumen elektronik (electronic document imaging systems) untuk kepentingan penelitian dan operasionalperpustakaan.Dari sudut pandang pengguna, komputer bukanlah bagian dari fasilitas manajemen perpustakaan melainkan hanya pelayanan untuk digunakan staf perpustakaan.
Pada awal 1990-an hampir seluruh fungsi perpustakaan ditunjang dengan otomasi dalam jumlah dan cara tertentu. Fungsi-fungsi tersebut antara lain pembuatan katalog, sirkulasi, peminjaman antar perpustakaan, pengelolaan jurnal, penambahan koleksi, kontrol keuangan, manajemen koleksi yang sudah ada, dan data pengguna. Dalam periode ini komunikasi data secara elektronik dari satu perpustakaan ke perpustakaan lainnya semakin berkembang dengan cepat. Pada tahun 1994, Library of Congress mengeluarkan rancangan National Digital Library dengan menggunakan tampilan dokumen elektronik, penyimpanan dan penelusuran teks secara elektronik, dan teknologi lainnya terhadap koleksi cetak dan non-cetak tertentu. Selanjutnya pada September 1995, enam universitas di Amerika diberi dana untuk melakukan proyek penelitian perpustakaan digital.
Penelitian yang didanai NSF/ARPA/NASA ini melibatkan peneliti dari berbagai bidang, organisasi penerbit dan percetakan, perpustakaan-perpustakaan, dan pemerintah Amerika sendiri. Proyek ini cukup berhasil dan menjadi dasar penelitian perpustakaan digital di dunia.
PENGERTIAN PERPUSTAKAAN DIGITAL
Perpustakaan digital adalah perpustakaan yang mempunyai koleksi buku sebagian besar dalam bentuk format digital dan yang bisa diakses dengan komputer. Jenis perpustakaan ini berbeda dengan jenis perpustakaan konvensional yang berupa kumpulan buku tercetak, film mikro (microform dan microfiche), ataupun kumpulan kaset audio, video, dll. Isi dari perpustakaan digital berada dalam suatu komputer server yang bisa ditempatkan secara lokal, maupun di lokasi yang jauh, namun dapat diakses dengan cepat dan mudah lewat jaringan komputer.
.           The Digital Library Initiatives menggambarkan perpustakaan digital sebagai lingkungan yang bersama-sama memberi koleksi, pelayanan, dan manusia untuk menunjang kreasi, diseminasi, penggunaan, dan pelestarian data, informasi, dan pengetahuan.
Saffady mendefinisikan perpustakaan digital secara luas sebagai koleksi informasi yang dapat diproses melalui komputer atau repositori untuk informasi-informasi semacam itu.
Millard mendefinisikannya sebagai perpustakaan yang berbeda dari sistem penelusuran informasi karena memiliki lebih banyak jenis media, menyediakan pelayanan dan fungsi tambahan, termasuk tahap lain dalam siklus informasi, dari pembuatan hingga penggunaan. Perpustakaan digital bisa dianggap sebagai institusi informasi dalam bentuk baru atau sebagai perluasan dari pelayanan perpustakaan yang sudah ada.
Billington, pustakawan Library of Congress, dalam Rogers (1994), melukiskan perpustakaan digital sebagai sebuah koalisi dari institusi-institusi yang mengumpulkan koleksi-koleksinya yang khas secara elektronik.
Drobnik dan Monch (dalam Nugroho, 2000) mendefinisikan perpustakaan digital sebagai sekumpulan dokumen elektronik yang diorganisasikan agar mudah ditemukan ulang dan dibaca.
Association of Research Libraries (ARL), 1995, mendefinisikan perpustakaan digital sebagai berikut:
·         Perpustakaan digital bukanlah kesatuan tunggal.
·         Perpustakaan digital memerlukan teknologi untuk dapat menghubungkan ke berbagai sumberdaya.
·         Hubungan antara berbagai perpustakaan digital dan layanan informasi bagi pemakai bersifat transparan.
·         Akses universal terhadap perpustakaan digital dan layanan informasi merupakan suatu tujuan.
·         Koleksi-koleksi perpustakaan digital tidak terbatas pada wakil dokumen; koleksi meluas sampai artefak digital yang tidak dapat diwakili atau didistribusikan dalam format tercetak.
Wahono mendefinisikan perpustakaan digital sebagai suatu perpustakaan yang menyimpan data baik itu buku (tulisan), gambar, suara dalam bentuk file elektronik dan mendistribusikannya dengan menggunakan protokol elektronik melalui jaringan komputer. Menurutnya, istilah perpustakaan digital memiliki pengertian yang sama dengan perpustakaan elektronik (electronic library) dan perpustakaan maya (virtual library)
JENIS-JENIS PERPUSTAKAAN DIGITAL
a. Model Rolands dan Bawden
Menurut Rolands dan Bawden, model perpustakaan digital merupakan sebuahcontinuum (rentang berkelanjutan) dari perpustakaan “biasa”. Model Rolands dan Bawden ini menggambarkan perkembangan perpustakaan “biasa” ke perpustakaan digital melalui beberapa tahapan, yaitu
1)        Perpustakaan, di dalamnya terdiri dari gedung, lokasi fisik, ruangan baca, meja referensi, dan sebagainya.
2)        Perpustakaan elektronik, di dalamnya terdiri dari gedung, lokasi fisik, koleksi tercetak dan elektronik, ruangan baca, meja referensi, dan sebagainya.
3)        Perpustakaan hibrida, yang di dalamnya terdiri dari gedung, lokasi fisik dan internet, koleksi tercetak dan elektronik serta digital, ruangan baca, meja referensi dan referensi maya, ruangan maya (virtual).
4)        Perpustakaan digital, di dalamnya terdiri dari dengan atau tanpa lokasi fisik, koleksi digital, ruang dan referensi maya.
5)        Perpustakaan maya, di dalamnya terdiri dari tanpa lokasi fisik, koleksi seluruhnya digital, ruang dan referensi maya.
Dengan pembagian tersebut, apabila kita merujuk pada konsep perpustakaan digital dari Safaddy, maka konsep perpustakaan hibrida dari Rolands dan Bawden cocok dengan konsep perpustakaan digital dari Saffady, namun jika melihat kategori keempat (perpustakaan digital) maka Rowands dan Bawden menganut konsep perpustakaan digital menurut Arms.
Walaupun Rolands dan Bawden menggambarkan model perpustakaan seperti di atas, namun sebenarnya keduanya tidak mau terjebak pada perdebatan tentang bentuk atau lokasi. Keduanya  lebih berkonsentrasi pada proses, yaitu rencana, implementasi dan evaluasi.
Ada dua hal penting dalam model Rolands dan Bawden yang disebutnya sebagaiconceptual framework, yaitu dunia pemikiran (ide) dan dunia praktik. Di antara dua dunia ini dihubungkan oleh teknologi. Dunia ide menunculkan ranah system (menyangkut interaksi manusia-komputer, perangkat lunak dan arsitektur system), ranah informasional (menyangkut organisasi pengetahuan, simpan-temu-kembali pengetahuan, dan implikasi bagi proses transfer informasi) serta ranah social (menyangkut keterampilan dan keberaksaraan informasi, dampak pada organisasi dan kegiatannya, kebijakan, peraturan dan perundangan tentang informasi).
Maksudnya adalah, keseluruhan kegiatan perpustakaan sebenarnya merupakan upaya menerapkan teknologi, khususnya teknologi informasi, di berbagai bidang kehidupan. Dalam hal ini, buku juga sebuah teknologi informasi, tetapi menggunakan mesin cetak (kecuali kalau namanya “buku elektronik”). Jadi, kalau pun sekarang kita bicara tentang perpustakaan digital, maka persoalan yang kita hadapi tetap serupa dengan saat pada pendahulu kita bicara tentang perpustakaan berkoleksi daun lontar, perpustakaan kertas, atau perpustakaan video, yaitu bahwa perpustakaan adalah sebuah upaya menghimpun dan menerapkan ide manusia ke dalam praktik dengan menggunakan teknologi informasi. Kesimpulannya adalah ketiga ranah tersebut terjadi pada semua perpustakaan karena memang hampir sulit menemukan perpustakaan yang tidak menggunakan perangkat komputer.
Rolands dan Bawden memang tidak membedakan secara jelas antara perpustakaan hibrida dengan perpustakaan digital. Rupanya keduanya agak berat untuk meninggalkan konsep kepustakawanan konvensional yang juga berperan dalam membangun konsep perpustakaan digital dengan alasan:
1.      Antara dunia praktik dengan dunia pikiran tidak bisa dipisahkan, dan di antara kedua dunia ini ada teknologi yang menyertainya, sementara yang dimaksud perpustakaan hibrida menurut Rowlands dan Bawden adalah masih dipertahankannya gedung, lokasi fisik + internet, koleksi tercetak dan elektronik dan digital, ruangan baca, meja referensi + referensi maya + ruang maya (virtual).
2.      Rupanya Rowlands dan Bawden masih mempertahankan konsep kepustakawanan (tentang fungsi perpustakaan) yang menyangkut tiga pilar utama, yaitu ranah social, ranah informasional dan ranah system.
3.      Teknologi menurut keduanya lebih dijadikan komponen pendukung dunia praktek, walaupun saat ini teknologi tidak bisa ditinggalkan perpustakaan. Bisa jadi keduanyamengimplementasikan salah satu hukum kepustakawanan Ranganathan, bahwa perpustakaan adalah organisasi yang berkembang, salah satunya adalah upaya mengadopsi kemajuan teknologi tanpa harus meninggalkan prinsip-prinsip kepustakawanan yang telah ada.
Pendit melihat bahwa apa yang dikonsepkan Rolands dan Bawden membantu kita melihat perpustakaan digital sebagai sistem sosial, bukan melulu sebagai alat atau teknologi. Server di internet bukanlah perpustakaan digital, demikian pula sekumpulan CD atau DVD yang berisi aneka informasi bukanlah perpustakaan digital. Keseluruhan kegiatan, layanan, pengelolaan, penyediaan, dan evaluasi yang tergambar di atas itulah yang dapat disebut perpustakaan digital.

b. Model DELOS
Model DELOS menggambarkan perpustakaan digital sebagai three-tier frameworkatau sebuah kerangka dengan tiga pilar, yaitu:
1)   Digital library (DL) sebagai sebuah organisasi
Menurut DELOS organisasi ini dapat berbentuk virtual, dapat juga tidak. Yang dimaksud organisasi yang virtual adalah organisasi yang tidak punya kontak fisik dengan masyarakat penggunanya dalam  bentuk jasa wawan-muka (interface) sehingga pengguna tidak bisa meraba atau melakukan kontak fisik dengan perpustakaan (remote libraries).
Hal-hal penting yang berkaitan dengan model perpustakaan digital DELOS adalah
1.      DELOS lebih menekankan organisasi secara substansial yaitu sebagai sebuah sistem manajerial. Perpustakaan digital selalu harus secara serius mengumpulkan, mengelola, dan melestarikan koleksi digital untuk ditawarkan kepada masyarakat dalam bentuk yang fungsional dengan kualitas yang terukur dan berdasarkan kebijakan yang jelas.
2.      Model DELOS lebih menekankan “koleksi digital” dengan tujuan untuk membedakan perpustakaan ‘biasa’ dan perpustakaan digital (tidak memasukkan koleksi yang printed).
3.      Model DELOS lebih mengarahkan tujuan pembangunan digital yaitu untuk preservasi koleksi sehingga koleksi ini nantinya selalu fungsional.
4.      Sekiranya masih ada koleksi yang non digital maka koleksi tersebut harus dikelola dengan berbantuan computer untuk memastikan agar semua koleksi dapat berfungsi dengan baik untuk melayani keperluan masyarakat. Jadi model DELOS memandang penting konsep accessable koleksi.
2)   Digital library system (DLS) sebagai sebuah system perangkat lunak
Untuk membangun perpustakaan digital diperlukan sebuah perangkat lunak yang fungsional yang disebut dengan “aplikasi”. Perangkat lunak aplikasi ini disebut dengan Digital Library System, berfungsi untuk mendukung dua kegiatan utama, yaitu:
untuk Menjalankan sebuah system yang  menjadi fungsi utama (mengumpulkan, mengelola, menyediakan) informasi digital, termasuk menyediakan akses kepada pengguna, dan
untuk  Mengintegrasikan berbagai perangkat tambahan agar dapat menawarkan fungsi lain yang lebih spesifik bagi keperluan tertentu.
Sebagai sebuah sistem perangkat lunak, maka DLS harus berdasarkan pada arsitektur informasi tertentu untuk mendukung semua fungsi perpustakaan digital di atas (yakni mengumpulkan, mengolah, dan menyediakan informasi). Secara khusus, arsitektur informasi DLS adalah arsitektur informasi tersebar (distributed), yaitu dengan menyediakan link-link ke berbagai sumber informasi lain.
DLS ini penting untuk mendukung konsep preservasi dan pendayagunaan koleksi yang ditawarkan DELOS sehingga koleksi digital bisa fungsional.
Berkaitan dengan system “arsitektur informasi tersebar” ini, Pendit menganalisis empat hal, yaitu:
1.      Munculnya frasa digital libraries (bukan digital library), yang berarti perpustakaan digital “is not a single entity”, perpustakaan digital “requires technology to link the resources of many”. Dengan demikian perpustakaan digital memerlukan teknologi untuk menghubungkan berbagai sumberdaya informasi tersebar, dan inilah salah satu karakteristik perpustakaan digital menurur Tedd yaitu “Digital libraries exist in distributed networks”.
2.      Munculnya peran pustakawan sebagai information navigator ataucybernavigator.
3.      Konsep distributed (ketersebaran digital) mirip dengan konsep kerjasama antar perpustakaan (library coorperation) dan pinjam antar perpustakaan (interlibrary loan). Di sini nampak sekali bahwa Pendit tidak ingin begitu saja melepaskan ikatan emosionalnya dengan konsep-konsep kepustakawanan pada perpustakaan tradisional.
4.      Dalam perpustakaan digital, walaupun menyediakan link-link yang tersebar namun tetap terintegrasi dalam satu fasilitas. Pendit menyebutnya sebagai “bhineka tunggal ika”.
3)   Digital library management system (DLMS)
Untuk membuat sebuah aplikasi seperti DLS di atas, diperlukan sistem perangkat lunak induk yang dalam model DELOS ini disebut sebagai Digital Library Management System atau sistem manajemen perpustakaan digital. DLMS tergolong sebagai perangkat lunak system. Saat ini perangkat lunak yang ditawarkan baik secara gratis maupun semigratis antara lain DSpace, Greenstone, Fedora, Koha, dan sebagainya.
Hal terpenting dalam memilih DLMS adalah
1.      Kemampuannya untuk menghasilkan sebuah system yang memenuhi semua fungsi perpustakaan digital sebagaimana diuraikan di atas.
2.      Sistem mampu memahami keperluan berbagai pihak yang harus ada di dalam sebuah institusi perpustakaan digital.
Model DELOS ini merinci empat “pemeran utama” dalam sebuah system managemen perpustakaan digital, yaitu:
1.      DL end-users atau pengguna perpustakaan digital sebagai pihak yang memanfaatkan fungsi-fungsi perpustakaan yang sudah digitalisasi. Para pengguna akan melihat perpustakaan digital sebagai entitas dalam keadaan siap (statefull entity) yang menjalankan fungsi-fungsi sesuai kebutuhan mereka.
2.      DL designers adalah para perancang yang, dengan menggunakan pengetahuan mereka, merancang, menyesuaikan, dan memelihara system perpustakaan digital berdasarkan kebutuhan fungsional maupun kebutuhan informasi para pengguna. Agar dapat melakukan tugasnya, para perancang ini berintraksi dengan administrator system dan pengembang melalui digital library management system.
3.      DL system administrator atau administrator system perpustakaan digital merupakan pihak yang memilih dan menetapkan komponen-komponen perangkat lunak yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi-fungsi perpustakaan digital. Para administrator juga menggunakan DLMS untuk merancang parameter dan konfigurasi system. Tugasnya adalah mengenali konfigurasi apa yang paling tepat untuk system perpustakaan digital yang dikelolanya agar dapat menghasilkan luaran yang berkualitas.
4.      DL Aplication developers adalah pihak yang secara teknis menggunakan DLMS untuk mengembangkan komponen-komponen pembentuk DLS. Mereka menggunakan berbagai perangkat kerja yang sesuai untuk mengembangkan fungsi sebagaimana dikehendaki pengguna dan dirancang oleh administrator dan perancang tersebut.
c. Model OAIS
OAIS (Open Archival Information system) diusulkan oleh Consultative Committee for Space Data System (CCSDS) yang didirikan tahun 1982. Model ini merupakan model pengarsipan (archival) dan menekankan pada fungsi pelestarian atau preservasi. Namun pengarsipan dan pelestarian di sini bukanlah hanya menyimpan, mengawetkan, atau mempertahankan bentuk, melainkan memastikan agar informasi selalu tersedia untuk dimanfaatkan selama mungkin. kata ‘lestari’ di sini berarti tersimpan dan dapat ditemukan kembali kapanpun diperlukan. Sebab itulah model ini dapat digunakan untuk pengembanganperpustakaan digital.
Model OAIS sesungguhnya hendak menegaskan bahwa fungsi sebuah perpustakaan digital adalah memastikan semua koleksi digital berada dalam status ‘selalu tersedia’. Menurut model OAIS saripati perpustakaan digital terletak pada kemampuan teknologi dalam menjamin ketersediaan dan kebergunaan semua koleksi dalam rentang waktu yang lama, bahkan kalau perlu selama-lamanya selama listrik masih ada.
Menurut model OAIS, sebagai sebuah organisasi, perpustakaan digital memiliki tiga bagian atau unsure yang saling berkaitan yaitu,
1.      lingkungan luar atau eksternal tempat sebuah OAIS berkegiatan. Di lingkungan ini terdapat komponen produsen, konsumen, dan manajemen.
2.      Lingkungan dalam atau internal yang berisi perangkat, komponen-komponen fungsional, dan mekanisme keja OAIS untuk menyelenggarakan kegiatan pelestarian.
3.      Paket informasi dan objek yang dicerna (ingested), dikelola (managed), dan disebarkan (disseminated).
Jika suatu perpustakaan menggunakan model OAIS maka perpustakaan digital adalah institusi yang berada di antara pihak yang menghasilkan informasi dan pihak yang memanfaatkan informasi itu, serta pihak yang mengelolanya sebagai organisasi (disebut sebagai pihak “manajemen”).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar